nahkodaweb.com - Kuasa hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang, menyatakan tidak ada persiapan khusus yang dilakukan kliennya untuk sidang pembacaan vonis dalam kasus dugaan pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang berlangsung hari ini, Senin (13/2/2023).
Rasamala mengklaim mantan Kepala Divisi Profesi dan Perlindungan (Kadiv Propam) Polri itu telah jujur menyampaikan semua fakta yang diketahuinya selama persidangan.
"Tidak ada persiapan khusus, yang jelas Pak FS (Ferdy Sambo) sudah menyampaikan semua fakta yang diketahuinya," kata Rasamala, Minggu (12/2/2023).
"Sebagai orang biasa, dia sudah berkali-kali menyatakan penyesalannya, termasuk di persidangan, makanya dia ikhlas menghadapi vonis," tambahnya.
Ferdy Sambo akan menghadapi sidang vonis kasus dugaan pembunuhan mantan ajudannya bersama sang istri, Putri Candrawathi.
Menurut mantan Kepala Badan Perencanaan Peraturan dan Produk Hukum Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, kliennya memahami besarnya tekanan yang dihadapi majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam menjatuhkan putusan.
Namun, Ferdy Sambo berharap majelis hakim yang dipimpin Hakim Wahyu Iman Santoso, yang beranggotakan hakim Morgan Simanjutak dan Alimin Ribut Sujono, bersikap independen dan bijak dalam memberikan keadilan kepada semua pihak.
Ia juga berharap, meski ada tekanan besar dari berbagai pihak untuk mempengaruhi hakim agar menjatuhkan hukuman seberat-beratnya sesuai keinginan beberapa pihak.
Selain itu, asisten rumah tangga (ART) dan sopir Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Berdasarkan dakwaan JPU, kelimanya dianggap terbukti bersalah atas pembunuhan Brigadir J yang telah direncanakan sebelumnya.
Mereka dianggap melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ayat 1 KUHP. Khusus untuk Ferdy Sambo, JPU juga menyebut mantan Ketua Kadiv Propam itu terlibat menghalang-halangi atau menghalangi penyidikan atas meninggalnya Brigadir J. Ia dijerat pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 UU ITE. KUHP.
Mantan perwira Polri berpangkat Inspektur Jenderal (irjen) Polri itu juga dijerat hukuman penjara seumur hidup. Kemudian, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut delapan tahun penjara. Sementara itu, Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa.